Rancangan
Undang - Undang Desa ini merupakan agenda mendesak yang harus di
selesaikan oleh DPR, bahwa pengesahan Rancangan Undang - Undang Desa
sangat mendesak. Sebab selama ini, desa tidak mempunyai kewenangan untuk
menyusun perencanaan pembangunan. Pemerintah sejak tahun 2007 tidak
pernah beritikad baik terhadap perangkat desa. Karena tidak ada
keseriusan pemerintah pusat untuk merealisasikan pembahasan kedua
Rancangan Undang - Undang tersebut. Sebagian tokoh politik mensinyalir
adanya upaya pendistorsian substansi Rancangan Undang - Undang
Perdesaan, dihilangkannya alokasi dana desa sebesar 5 persen dari total
APBN oleh pemerintah pusat adalah buktinya. Pandangan selama ini yang
terjadi adalah pemerintah pusat tidak memberikan keleluasaan untuk
mengelola pemerintahan desa, dengan selalu mencampuri dan intervensi
melalui instrumen partai. Karenanya, Kekecewaan terhadap pemerintahan
SBY terus memuncak. Respon pun tidak bisa di hindari dari kalangan tokoh
agama, lembaga swadaya masyarakat, tokoh-tokoh nasional dan pengamat
politik dan berbagai daerah di negeri ini yang menilai pemerintahan SBY
telah gagal menjalankan amanat rakyat. Salah satu bukti kegagalan adalah
ketidakseriusannya memikirkan kesejahteraan rakyat dan hanya menjadikan
desa sebagai lahan eksploitasi para pemodal melalui adu domba dan
hasutan politik berbau kepentingan terhadap kepala desa dan perangkat
desa seluruh Indonesia, sebagaimana yang terjadi di Lambu Sape Kab.
Bima. Padahal, jauh sebelum itu, pemerintah pusat sejak tahun 2006 telah
menginisiasikan Rancangan Undang - Undang Pedesaan dengan segala
konsekwensi yang bersifat proforsional. Namun hingga kini tidak ada
perkembangan sama sekali karena tidak adanya itikad yang baik pemerintah
pusat untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat.
Kegagalan Rancangan Undang - Undang Desa menjadi Undang Undang karena
banyak persoalan yang justru telah di buat oleh pemerintah pusat
sendiri, sala satunya yakni tidak ada sistem penyesuaian terhadap
kondisi sosial dan kultural masyarakat sehingga lambat laun kepentingan
akan kesejahteraan masyarakat terabaikan. Hal inilah yang menjadi
preseden buruk bagi rezim SBY - Boediono dengan banyak melakukan
kebohongan terhadap publik yang telah di rekayasa sedemikian rupa.
Akibat dari ini semua, maka menilai tingkat keragaman dan kecerdasan
masyarakat dalam menyikapi timbul tenggelamnya pembangunan masyarakat
itu sendiri, menjadi pudar dan justru berbalik seperti harimau yang
kehilangan anaknya. Karena memang logika masyarakat semacam ini sudah
mengalami frustasi dengan menonjolkan sikap oposisi terhadap pemerintah
(Rezim saat ini). Sungguh kelam nasib bangsa dan negara ini, ratusan
rakyat di bunuh (tembak) untuk melanggengkan kekuasaan pemilik modal.
Sementara rakyat hanya bisa menonton dengan mata telanjang
praktek-praktek kekerasan dan korup para penguasa. Inilah yang menjadi
penyebab para tokoh oposisi mengatakan rezim ini hanya melakukan
pembohongan belaka sekaligus pembantai rakyat. Persoalan ini terjadi
secara sistemik dan rakyat ditembaki peluru tajam. Seharusnya, SBY
menjadikan tahun 2012 yang berjalan sekarang ini sebagai tahun
kebangkitan kesadaran rakyat untuk menjadi lebih baik, dengan menjadikan
nasib rakyat sebagai prioritas. Karena selama ini rakyat terus
ditindas, dianiaya dan menjadi bulan-bulanan kebohongan pemerintah.
Rakyat pun terjual untuk kepentingan (global investment) para pemodal.
Maka tidak salah kemudian ketika banyak para mahasiswa dan masyarakat
maupun tokoh oposisi tidak bisa berharap banyak kepada pemerintah,
mereka semua hanya memiliki ide, gagasan dan cita-cita untuk mengganti
Presiden, Gubernur, Bupati/Walikota, dan Kepala Desanya sendiri.
Belum
lagi kita membicarakan kondisi dan prilaku para elit di pusat kekuasaan
bahwa selama ini tidak memberikan respon positif terhadap keinginan -
keinginan grass root. Sebaliknya, pemerintah malah sengaja membiarkan
agar aturan itu tidak jadi diundangkan. Tentu aksi demo kepala desa
sekarang ini, berbeda dengan rezim suharto yang tidak pernah tercatat
dalam sejarah bahwa kepala desa demo pada zaman suharto. Undang - Undang
Desa sangatlah bagus karena bertujuan membuat desa mandiri, sejahtera,
dan makmur. Mana mungkin mewujudkan rakyat desa yang makmur dan mandiri,
jika kewenangan desa tidak dilindungi Undang - Undang dan bila tidak
ada uang untuk membangun irigasi dan jalan di desa-desa. Selain itu
juga, banyak kepala desa yang tidak memiliki gaji dan tunjangan tidak
sehingga selalu terjadi masalah. Perangai buruk di kalangan pemerintah
saat ini yang membuat seluruh keinginan masyarakat tidak bisa terwujud.
Kalau tidak ada yang membayar, pemerintah ogah-ogahan membuat sebuah
undang-undang. Sementara kalau ada yang membayar, ada titipan dari pihak
asing, sekalipun merugikan rakyat, pemerintah bekerja cepat membuat
sebuah undang-undang. agar kepala desa meninjau keberadaan Alfamart,
Indomart dan mart-mart sejenisnya. Mereka sudah merugikan dan membunuh
pasar tradisional. Seharusnya keberadaan alfamart ini di berikan warning
yakni Pertama, menutup mereka secara permanen. Kedua, buka tapi hanya
untuk melayani grosir, dan ketiga, sahamnya dimiliki oleh rakyat.
Kewajiban, hak, dan kewenangan desa selama ini dimanipulasi dengan PP
72/2005 dimana tugas desa hanya sebagai perbantuan. Tuntutan perangkat
desa adalah wajar agar kewajiban, hak dan kewenangan desa diperjelas
dalam Undang - Undang Desa. Satu diantara sepuluh poin yang mereka
tuntut adalah agar 10 persen APBN dialokasikan untuk desa. Dengan
begitu, setiap desa akan mendapat sekitar Rp 1 miliar per tahun. Selama
2009 hingga 2011 ada alokasi uang sekitar Rp 82 triliun untuk desa,
dengan PNPM dan program lain-lainnya itu. Kalau alokasi ini dihitung
memang hasilnya tiap desa mendapat Rp 1 miliar. Tapi anehnya, setelah
dana itu dikucurkan melalui 14 kementerian, yang nyata diterima desa
cuma Rp 200 juta saja. Kemudian yang Rp 800 juta itu kemana, apakah
habis sebagai ongkos di 14 kementerian itu atau habis dikorupsi. Dugaan
rakyat itu wajar, karena memang elit politik terkesan acuh tak acuh
dengan Undang-undang Desa. Takut-takut kalau lahan korupsi tidak ada
lagi.
Perjuangan
untuk merealisasikan kesejahteraan melalui Undang-undang desa akan
menjadi buktinya nyata kedepannya bahwa rakyat akan benar-benar
sejahtera dan adil. Sesungguhnya UU ini sudah lama diperjuangkan. Namun
tidak terbukti keberpihakan pemerintah pusat dan mendagri. Padahal
Undang - Undang itu bisa mensejahterakan dan membuat desa mandiri. Ini
modal sosial bernilai tinggi dalam rangka melanjutkan perjuangan yang di
peruntukan bagi masyarakat di tingkat grass root. Sesungguhnya
Undang-undang ini milik rakyat Indonesia. Maka selayaknya DPR dan
pemerintah pusat yakni SBY - Boediono untuk segera mensyahkan Undang -
Undang Desa, jangan menunda dan banyak alasan. Namun nyatanya kita
melihat sekarang dari sikap seorang Presiden SBY dan DPR malah
menunda-nunda untuk mensyahkan Undang-undang desa. Kalau saja hal ini di
percepat tentu akan memberikan keseimbangan pembangunan di seluruh
daerah dan tentu desa akan sejahtera dan mandiri. Kekhawatiran yang
terjadi adalah kalau saja Undang - Undang Desa ini disponsori asing,
maka pengesahan pun dipercepat. Paradigma yang ada sekarang ini, kalau
Undang - Undang untuk rakyat tidak didengar, malah diperlambat, di
permainkan dan kalau saja Undang - Undang itu diiming-imingi, di tuker
dengan pinjaman maka semua kekuatan akan mengerahkannya untuk
melegalisasikan lebih cepat. Mengapa demikian karena memang untuk
kepentingan bisnis mereka. Hal ini sudah menjadi rahasia umum karena
rakyat tidak mampu membayar. Ada beberapa hal yang sangat krusial juga
bagi negara dan pemerintahan yang ternyata meragukan bahwa dalam RUU
Desa terdapat berbagai kelemahan yakni perlunya dana desa, pengaturan
dana desa sendiri tak akan diatur oleh pusat.
Tentu
Rakyat berharap banyak kepada pemerintah pusat akan impian tentang
negara dan daerah kesejahteraan sehingga keadilan dalam sistem negara
yang multipartai ini segera terealisasikan. Harus di ingat bahwa alokasi
anggaran untuk desa harus terintegrasi 10 persen dari APBN. Sebab, hal
ini sangat penting bagi desa dan akan membuktikan bahwa paradigma
pembangunan pemerintah tidak hanya berorientasi ke kota melainkan sudah
pro-desa. Dengan mengesahkan RUU Desa juga menjadi faktor pemicu
pembangunan dan percepatan pengentasan kemiskinan maupun buta aksara di
setiap desa, sebab lebih 50 persen kemiskinan berada di desa. Namun jika
pemerintah bersih keras untuk mempertahankan kebijakan yang tidak pro
desa, maka ini akan menjadi polemik besar dalam konteks negara bangsa
dan justru akan tercerabut akar-akar kehumanisan serta kekuatan kultural
yang selama ini menjadi penopang persatuan dan kesatuan. Karena memang
selama ini yang menciptakan kemiskinan adalah negara itu sendiri. Maka
di situlah letak kekuatan oposisi bergerak untuk menuntut haknya menjadi
negara kesejahteraan.
Penulis
adalah : Rusdianto BPH DPP IMM Bidang Media Dan Pengembangan Teknologi,
Pimred Tabloid Kauman Dan Mahasiswa Program Magister Ilmu Komunikasi
Pasca Sarjana Universitas Muhammadiyah Jakarta
Category:
POST COMMENT
0 komentar:
Post a Comment